Presisi dan Akurasi
Dalam pengertian sehari-hari, presisi
dan akurasi sering diartikan sebagai dua hal yang memiliki arti sama.
Dalam pengukuran, presisi dan akurasi memiliki arti yang berbeda.
Presisi dalam sebuah pengukuran bisa dikaitkan dengan 3 hal berikut ini.
- Presisi berkaitan dengan perlakuan dalam proses pengukuran, yang meliputi antara lain kualitas alat ukur, sikap teliti si pengukur, kestabilan tempat di mana dilakukan pengukuran. Contohnya, pengukuran berat badan seorang bayi dengan timbangan bayi lebih presisi dibandingkan dengan pengukuran berat badan bayi tersebut dengan timbangan beras.
- Presisi juga berkaitan dengan seberapa besar penyimpangan hasil ukur suatu besaran ketika pengukuran dilakukan secara berulang-ulang. Sebuah pengukuran yang dilakukan secara berulang memberikan hasil 7,2 cm, 7,3 cm, 7,2 cm, dan 7,3 cm. Pengukuran kedua yang dilakukan oleh orang yang berbeda memberikan hasil 7,2 cm, 7,4 cm, 7,5 cm, dan 7,1 cm. Dapat dikatakan bahwa pengukuran yang dilakukan oleh orang pertama lebih presisi dibandingkan dengan pengukuran yang dilakukan oleh orang kedua.
- Presisi juga berhubungan dengan jumlah angka desimal yang dicantumkan dalam hasil pengukuran. Makin banyak angka desimal dalam suatu hasil pengukuran, makin presisi pengukuran tersebut. Sebagai contoh, hasiJ ukur 3,45 cm lebih presisi dibandingkan dengan 3,5 cm.
Ketiga pengertian presisi tersebut
berkaitan satu dengan yang lain, karen proses yang dilakukan dalam
pengukuran secara langsung mempengaruli hasil pengukuran yang
berulang-ulang. Jadi, presisi berhubungan dengar metode pengukuran dan
bagaimana hasil ukur tersebut dituliskan.
Berbeda dengan presisi, akurasi hanya
memiliki satu pengertian, yaio seberapa dekat hasil suatu pengukuran
dengan nilai yang sesungguhnya Apakah yang disebut nilai yang
sesungguhnya ini? Nilai yang sesungguhnya atau sering disebut “angka
yang benar” antara lain adalah definisi suati besaran atau konstanta,
hukum-hukum geometri, dan angka yang diperole dari suatu teori yang
sudah disepakati kebenarannya.
Contoh sederhana mengenai akurasi adalah
sebagai berikut. Massa jen air disepakati bemilai 1000 kg/m3. Dua orang
siswa melakukan percobaa untuk mengukur massa jenis air. Setelah
melakukan beberapa kali pengukura dalam percobaannya, siswa A memperoleh
hasil 1002 kg/m3 sedangkan siswa B memperoleh hasil 1005 kg/m3. Dalam
kasus ini, kita katakan hasil pengukuran siswa A memiliki akurasi yang
lebih tinggi (lebih akurat) diban-i dingkan dengan hasil pengukuran
siswa B.
Sebuah pengukuran bisa presisi tetapi
tidak akurat, atau akurat tetapi tidak presisi. Sebagai contoh, jika
sebuah pengukuran dilakukan dengan metode yang sangat teliti dengan alat
ukur yang canggih dan dilakukan berulang-ulang akan menghasilkan
pengukuran yang memiliki presisi tinggi. Namun, jika temyata salah satu
bagian dari alat ukur tersebut cacat atau tidak berfungsi dengan
sempumya, misalnya jarum penunjuk skala bengkoL j maka pengukuran
tersebut menjadi tidak akurat.
Hal yang sebaliknya juga bisa terjadi,
di mana pengukurannya tidak presisi, tetapi memiliki keakuratan yang
tinggi. Contohnya, sebuah pengukuran jarak antara 2 titik dilakukan
secara berulang-ulang. Nilai sesungguhnya jarak tersebut telah
ditetapkan sebelumnya, yaitu 10 m. Hasil pengukuran yang berulang-ulang
memberikan hasil 10,2 m, 9,8 m, 10,8 m, 9,5 m, 10,5 m, dan 9,2 m.
Rata-rata hasil pengukuran ini adalah 10 m, tepat dengan nilai yang
sesungguhnya, yang berarti pengukurannya akurat. Tetapi, apakah
pengukuran yang dilakukan berulang 6 kali tersebut presisi? Tidak,
karena terjadi penyimpangan yang cukup besar dalam setiap pengukuran
ulang.
Kesalahan (error) dalam Pengukuran dan Sumber-sumbernya
Ketika didefinisikan dengan benar,
kesalahan (error) atau ketidakpastian hanya berkenaan dengan
pengukuran-yaitu untuk memperkirakan suatu nilai ketika nilai eksak
suatu pengukuran tidak mungkin diperoleh. Kesalahan tidak berlaku pada
perhitung-an, di mana nilai eksaknya mungkin diperoleh. Sebagai contoh,
mengukur tinggi badan seorang anak bisa menghasilkan hasil ukur yang
berbeda-beda ketika dilakukan pengukuran berulang-ulang, dan nilai
eksaknya pun tidak diketahui secara pasti, sehinsgga hasilnya bisa
dinyatakan misalnya sebagai 160 cm plus minus 2 cm. Namun, menghitung
jumlah siswa di dalam kelas bisa menghasilkan nilai eksak, misalnya 40
siswa.
Pada dasamya, dalam suatu pengukuran terdapat dua jenis kesalahan, yaitu
kesalahan sistematis dan kesalahan random (acak). Sebelum membahas
kedua jenis kesalahan ini, akan dibahas lebih dulu sumber-sumber
kesalahan.
- Kesalahan alami
Biasanya, suatu pengukuran dilakukan di lingkungan yang tidak dapat dikontrol. Efek suhu, tekanan atmosfer, angin, gravitasi bumi pada alat ukur akan menimbulkan kesalahan-kesalahan pada hasil pengukuran.
- Kesalahan alat
Pengukuran, baik yang dilakukan dengan alat ukur yang sederhana maupun alat ukur yang canggih, tetap saja memungkinkan terjadinya kesalahan, misalnya karena ketidaksampumaan pembuatan alat ukumya di pabrik atau kesalahan kalibrasi.
- Kesalahan manusia
Karena manusia secara langsung terlibat dalam pengukuran, dan cukup banyak unsur subjektif dalam diri manusia, maka kesalahan yang diakibatkan oleh manusia sangat mungkin terjadi dalam pengukuran. Sistem otomatisasi dan digitalisasi telah mengurangi sumber kesalahan yang berasal dari manusia ini. Contoh kesalahan yang ditimbulkan oleh manusia adalah kesalahan paralaks.
- Kesalahan hitung
Kesalahan hitung meliputi cukup banyak hal, misalnya tentang jumlah angka penting yang berbeda-beda dari beberapa hasil pengukuran, kesalahan pembulatan hasil pengukuran, dan penggunaan faktor konversi satuan.
Kesalahan Sistematik
Kesalahan sistematik dalam pengukuran
adalah kesalahan-kesalahan yang secara umum berkaitan dengan kesalahan
pengaturan alat, kalibrasi alat ukur, atau pengaruh lingkungan tempat di
mana pengukuran dilakukan. Contoh kesalahan sistematik adalah ketika
meteran plastik yang digunakan tukang bangunan untuk mengukur jarak
antara dua titik memanjang karena panas, diameter ban mobil bukan
diameter sebenamya yang akan menghasilkan bacaan jarak tempuh pada
odometer mobil, dan lain sebagainya. Karena kesalahan sistematik bisa
dilacak sumbemya, maka kesalahan sistematik bias dikoreksi atau
dikurangi.
Cara untuk mengurangi kesalahan
sistematik adalah dengan mendesain pengukuran secara teliti, termasuk
misalnya mengisolasi lingkungan di mana percobaan atau pengukuran
dilakukan. Tentu saja, kemungkinan terjadinya kesalahan sistematik tetap
ada, walaupun percobaan telah dirancang dengan sangat teliti. Cara lain
untuk mengurangi kesalahan sistematis adalah dengan melakukan kalibrasi
pada alat ukur. Kalibrasi berarti bahwa kita menggunakan alat ukur yang
kita miliki untuk mengukur beberapa nilai besaran yang sudah diketahui,
kemudian membandingkan hasilnya.
Kesalahan Random (acak)
Kesalahan random tidak dapat dihindari.
Kesalahan random dinyatakan dal tanda plus atau minus. Besar kesalahan
random tidak diketahui, tetapi dapat diperkirakan. Kesalahan random
disebabkan oleh ketidaksempumaan manusia dan alat, seperti halnya
ketidakpastian dalam menentukan pengaruh lingkungan terhadap pengukuran.
Kesalahan personal merupakan kesalahan
random. Manusia tidak dapat mengukur dengan sangat tepat. Selalu ada
ketidaksempumaan dalam melaku- kan pengukuran, misalnya kesalahan
paralaks, kesalahan dalam menentukan letak suatu titik, dan lain
sebagainya. Kesalahan random adalah kesalahan yang terjadi ketika kita
berusaha melakukan “pengukuran dengan tepat”, tetapi selalu terjadi
sedikit salah dalam menentukan apa yang dianggap tepat tersebut karena
ketidaksempumaan alat dan manusia sendiri.
Perhitungan Yang Melibatkan Kesalahan Hasil Pengukuran
Secara umum, perhitungan angka-angka hasil pengukuran menambah besamya kesalahan atau ketidakpastian. Misalnya,
(12 ± 2) + (15 ± 3)
menghasilkan penjumlahan terkecil 10 +
12 = 22 dan penjumlahan terbesar 14 + 18 = 32 sehingga hasilnya kita
tulis sebagai 27 ± 5. Terlihat bahwa penjumlahan tersebut memperbesar
kesalahan hasil pengukuran.
Jelas bahwa perhitungan yang melibatkan
kesalahan hasil pengukuran semacam ini akan memakan cukup banyak waktu.
Oleh karena itu, para ilmuwan menyepakati perhitungan angka-angka hasil
pengukuran yang melibatkan kesalahan sebagai berikut.
- Ketika angka-angka dijumlahkan atau dikurangkan, maka kesalahan mutlaknya (atau kesalahan absolut) dijumlahkan. Misalnya, (15 ± 4) + (19 ± 5) = (34 ±9).
- Ketika angka-angka dikalikan atau dibagi, maka persen kesalahannya dijumlahkan. Misalnya, (20 ± 1) x (100 ± 10) = (20 ± 5%) x (100 ± 10%) = (20 x 100) ± (5% + 10%) = 2000 ± 15% = 2000 ± 300.
SEKIAN YANG DAPAT SAYA SAMPAIKAN SEMOGA BERMANFAAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar